Integrasi Budaya Daarut Tauhiid dan Pembelajaran Berdiferensiasi Dalam Memahami Thaharah (Bersuci)
PENDAHULUANPendidikan merupakan bentuk upaya yang secara sadar dan terencana agar peserta didik mampu secara aktif mengembangkan potensi dirinya dengan mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang efektif, sehingga peserta didik dapat memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Efendi & Ningsih, 2022). Oleh sebab itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa agar peserta didik tidak hanya unggul dalam bidang akademik, tetapi juga memiliki kesiapan menghadapi tantangan sosial.Pendidikan Agama Islam memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan pemahaman keagamaan peserta didik. Salah satu aspek dasar yang harus dipelajari dalam Islam adalah thaharah (bersuci), yang menjadi syarat sah dalam menjalankan ibadah, terutama shalat. Ada banyak manfaat yang dapat diambil dari mempelajari thaharah, salah satunya adalah sebagai bukti bahwa Islam sangat mementingkan kebersihan dan kesucian (Shofa & Ansori, 2022). Namun, pemahaman mengenai thaharah sering kali masih bersifat normatif dan kurang memperhatikan kebutuhan serta karakteristik peserta didik yang beragam.Pada konsep pembelajaran berdiferensiasi, guru dituntut untuk dapat merancang kegiatan pembelajaran yang dapat mengakomodir perbedaan karakteristik dan latar belakang peserta didik. Konsep ini menekankan pada pengelolaan pendidikan di kelas yang heterogen melalui penyesuaikan metode pengajaran dengan gaya belajar, minat, dan tingkat kesiapan peserta didik (Marantika et al., 2023). Oleh sebab itu, konsep pembelajaran berdiferensiasi dapat menjadi pendekatan yang efektif untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap thaharah.Salah satu budaya Daarut Tauhiid yang dikenal dengan program karakter BAKU (Baik-Kuat), menjadi pijakan utama dalam pembentukan kepribadian santri sebagai peserta didik. Karakter baik mencakup nilai-nilai ikhlas, jujur, dan tawadhu. Di sisi lain, karakter kuat mencakup disiplin, berani, dan tangguh (Assiba’i, 2024). Sehingga, dengan menanamkan karakter BAKU tersebut, daarut tauhiid menciptakan lingkungan pendidikan yang tidak hanya mencetak individu berilmu, tetapi juga berakhlak mulia dan siap menghadapi dinamika kehidupan dengan nilai-nilai tauhid yang kokoh.Metode pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individu dalam sistem pendidikan dapat menyebabkan pemahaman yang dangkal dan kurangnya penerapan konsep thaharah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih inklusif dan adaptif. Integrasi budaya daarut tauhiid dengan pendekatan pembelajaran berdiferensiasi dalam memahami thaharah dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih kontekstual, relevan, dan aplikatif bagi peserta didik, sehingga berpotensi meningkatkan pemahaman dan penerapan konsep thaharah secara lebih efektif. Penulisan esai ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana integrasi budaya daarut tauhiid dan pembelajaran berdiferensiasi dapat memperkaya pengalaman belajar siswa dan meningkatkan pemahaman serta penerapan thaharah dalam kehidupan sehari-hari.KONSEP DAN PENERAPAN BUDAYA DAARUT TAUHIIDBudaya daarut tauhiid dengan programnya karakter BAKU (Baik-Kuat), menjadi pijakan utama dalam pembentukan kepribadian peserta didik. Karakter baik mencakup nilai-nilai ikhlas, jujur, dan tawadhu. Ikhlas mengajarkan peserta didik untuk beramal semata-mata karena Allah, tanpa mengharapkan pujian atau imbalan duniawi (Warda & Sofa, 2025). Kejujuran menjadi prinsip utama dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam berbicara, bertindak, maupun dalam menjalankan amanah (Habibie et al., 2021). Sementara itu, tawadhu atau rendah hati membentuk sikap yang tidak sombong, menghormati sesama, dan selalu terbuka untuk belajar dari siapa saja (Mujahidin, 2024). Di sisi lain, karakter kuat mencakup disiplin, berani, dan tangguh. Disiplin diterapkan dalam keseharian peserta didik, mulai dari ketepatan waktu dalam ibadah, menjaga kebersihan, hingga menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab (Sandria et al., 2022). Keberanian dalam budaya daarut tauhiid tidak hanya berarti berani menghadapi tantangan fisik, tetapi juga berani berkata benar, mengambil keputusan, dan menghadapi konsekuensi dari setiap tindakan (Zubaedi, 2015). Sementara itu, ketangguhan mengajarkan peserta didik untuk tidak mudah menyerah dalam menghadapi ujian hidup, tetap bersabar, dan terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik (Biah, 2014).Budaya daarut tauhiid yang berpusat pada karakter BAKU (Baik-Kuat) diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan santri, baik dalam pembelajaran, disiplin harian, maupun interaksi sosial.1. Penerapan dalam PembelajaranPada pembelajaran, tidak hanya berfokus pada teori, tetapi juga pada pembentukan karakter dan penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Metode pembelajaran juga menekankan praktik langsung, seperti penerapan thaharah (bersuci) secara benar, pembelajaran Al-Qur’an dengan pendekatan spiritual, serta diskusi tentang penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan modern.2. Penerapan dalam Disiplin dan Kehidupan Sehari-hariKarakter kuat dalam budaya daarut tauhiid diwujudkan dalam kedisiplinan yang tinggi, mulai dari ketepatan waktu shalat, kebersihan lingkungan, hingga ketaatan terhadap aturan. Selain itu, ketangguhan peserta didik dibangun melalui berbagai kegiatan seperti latihan fisik, program kepemimpinan, serta pembelajaran berbasis problem solving yang melatih mereka untuk menghadapi kesulitan dengan sabar dan tekad kuat.3. Penerapan dalam Interaksi Sosial dan KepemimpinanPendidikan di daarut tauhiid juga menanamkan nilai ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dengan membiasakan peserta didik untuk saling menolong, berbagi, serta bekerja sama dalam berbagai kegiatan sosial. Berbagai program, seperti pelatihan kepemimpinan, pengabdian masyarakat, dan kegiatan sosial, menjadi sarana bagi peserta didik untuk mengasah keterampilan sosial dan kepemimpinan mereka.STRATEGI PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI DALAM MEMAHAMI THAHARAHPembelajaran berdiferensiasi merupakan gagasan yang sangat baik dan sempurna, namun membutuhkan kreativitas dari para guru. Potensi peserta didik dikembangkan melalui pembelajaran ini berdasarkan kebutuhan, sifat, dan tingkat pencapaian mereka. Agar berhasil menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, guru harus terlebih dahulu memahami karakteristik siswa yang berbeda-beda. Mereka kemudian harus membuat asesmen diagnostik dan formatif di awal proses pembelajaran, serta menggunakan pendekatan, media, dan materi pembelajaran yang dapat mengakomodir gaya belajar yang berbeda, termasuk gaya belajar kinestetik, visual, dan auditori (Purnawanto, 2023).Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang melayani, mengakomodasi, dan mengakui keragaman peserta didik berdasarkan preferensi, minat, dan kesiapan belajar mereka. Jika guru menugaskan pekerjaan yang membangun pengetahuan dan kemampuan peserta didik yang sudah ada, menarik minat atau antusiasme mereka, dan memberi mereka kebebasan untuk bekerja kapan pun mereka mau, mereka akan bekerja lebih baik (Naibaho, 2023).Pembelajaran berdiferensiasi dalam pemahaman materi thaharah (bersuci) merupakan strategi yang memungkinkan setiap peserta didik memahami konsep kebersihan dan kesucian dengan cara yang sesuai dengan gaya belajar dan tingkat pemahaman mereka. Pendekatan ini mencakup diferensiasi konten, proses, produk, dan lingkungan belajar, sehingga setiap peserta didik dapat memperoleh pengalaman belajar yang optimal sesuai dengan potensinya.1. Diferensiasi KontenDiferensiasi konten dilakukan dengan menyesuaikan materi ajar berdasarkan tingkat pemahaman peserta didik terhadap konsep thaharah. Misalnya, bagi peserta didik yang baru belajar, materi dimulai dengan pengenalan dasar, seperti pengertian thaharah, jenis-jenis najis, dan tata cara bersuci yang benar. Sementara itu, bagi santri yang lebih mahir, pembelajaran dapat difokuskan pada pembahasan fiqh yang lebih mendalam, seperti perbedaan pendapat ulama dalam hukum bersuci dan penerapannya dalam kondisi khusus, seperti ketika tidak ada air (tayamum) atau dalam keadaan sakit. Dengan cara ini, setiap santri mendapatkan materi yang sesuai dengan tingkat pemahamannya, sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan tidak membosankan.2. Diferensiasi ProsesDiferensiasi proses mengacu pada variasi metode pengajaran yang digunakan agar peserta didik lebih mudah memahami dan menginternalisasi konsep thaharah. Peserta didik yang memiliki gaya belajar visual dapat diberikan media pembelajaran seperti infografis, video tutorial, atau ilustrasi tata cara wudhu dan mandi wajib. Sementara itu, peserta didik yang lebih dominan auditori dapat belajar melalui ceramah, diskusi kelompok, atau mendengarkan kajian tentang pentingnya bersuci dalam Islam. Adapun bagi peserta didik dengan gaya belajar kinestetik, metode praktik langsung, seperti simulasi tata cara bersuci dengan bimbingan guru, lebih efektif dalam membantu mereka memahami konsep thaharah secara konkret.3. Diferensiasi ProdukDiferensiasi produk memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk menunjukkan pemahamannya tentang thaharah melalui berbagai bentuk tugas atau output pembelajaran. Misalnya, peserta didik yang lebih nyaman dengan tulisan dapat membuat artikel atau ringkasan materi tentang thaharah. Peserta didik yang lebih tertarik pada presentasi verbal dapat diberikan tugas untuk menjelaskan kembali materi di depan kelas atau berdiskusi dalam kelompok kecil. Sementara itu, peserta didik yang lebih kreatif dapat membuat poster edukasi tentang pentingnya bersuci, yang kemudian ditempel di area sekolah sebagai media dakwah dan pengingat bagi peserta didik lainnya. Pendekatan ini memberikan fleksibilitas kepada peserta didik dalam mengekspresikan pemahamannya sesuai dengan gaya belajar dan minat mereka.4. Diferensiasi Lingkungan BelajarLingkungan belajar yang fleksibel juga berperan penting dalam pembelajaran berdiferensiasi. Beberapa peserta didik mungkin lebih nyaman belajar dalam suasana kelas formal, sementara yang lain lebih efektif belajar dalam kelompok kecil atau sesi diskusi terbuka di lingkungan yang lebih santai. Selain itu, penerapan pembelajaran berbasis praktik dapat dilakukan di area tempat wudhu atau masjid, sehingga peserta didik dapat langsung mengamati dan mempraktikkan cara bersuci yang benar.PRAKTIK BAIK DALAM MENGINTEGRASIKAN BUDAYA DAARUT TAUHIID DAN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASIIntegrasi antara budaya daarut tauhiid dan pembelajaran berdiferensiasi dalam memahami thaharah dapat diperkuat dengan menerapkan berbagai program yang bertujuan tidak hanya meningkatkan pemahaman konsep bersuci, tetapi juga membentuk kebiasaan hidup bersih dan disiplin. Adapun ide program pembelajaran yang bisa dilaksanakan diantaranya:1. Papan Kontrol KebersihanPapan kontrol kebersihan adalah sistem evaluasi yang dibuat untuk memantau kebersihan pribadi dan lingkungan santri secara berkala. Program ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam menjaga kebersihan, baik secara individu maupun kolektif. Program ini menekankan bahwa kebersihan adalah cerminan dari keimanan, sebagaimana dalam hadis Rasulullah :صلى الله عليه وسلم “Kebersihan adalah sebagian dari iman.” (HR. Muslim) Langkah kerja program ini meliputi:a. Setiap peserta didik diberikan tanggung jawab untuk menjaga kebersihan di areatertentu.b. Pembagian tugas dilakukan secara bergilir.c. Guru melakukan inspeksi rutin dan mencatat hasil kebersihan di Papan KontrolKebersihan yang dipajang di tempat umum.d. Peserta didik yang konsisten menjaga kebersihan mendapatkan penghargaan atau apresiasi, seperti sertifikat atau pengakuan dalam forum santri. Sedangkan peserta didik yang lalai dalam menjaga kebersihan, diberikan pembinaan agar mereka lebih sadar akan pentingnya thaharah dalam kehidupan sehari-hari.2. Program Thaharah ChallengeProgram ini berbentuk kompetisi yang dirancang agar santri lebih antusias dalam menerapkan kebersihan dan thaharah dalam kehidupan sehari-hari.Pelaksanaan Program:a. Peserta didik diberikan tantangan mingguan, seperti:1) Menjaga kebersihan kelas selama seminggu penuh.2) Menjadi “Duta Kebersihan” yang bertugas mengingatkan teman-temannyadalam menjaga kebersihan.3) Membuat konten kreatif seperti video atau poster yang menjelaskan pentingnya thaharah.b. Penilaian dilakukan oleh guru untuk melihat siapa yang paling disiplin dalam menerapkan thaharah. c. Peserta didik yang berhasil menyelesaikan tantangan mendapatkan apresiasi berupa sertifikat, hadiah kecil, atau pengakuan dalam forum.KESIMPULANBudaya daarut tauhiid yang berlandaskan karakter BAKU (Baik dan Kuat), yakni ikhlas, jujur, tawadhu, disiplin, berani, dan tangguh, menjadi dasar dalam menanamkan nilai kebersihan dan kesucian sebagai bagian dari keimanan. Melalui pendekatan pembelajaran berdiferensiasi, peserta didik diberikan berbagai metode dan pengalaman belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan dan gaya belajar mereka. Integrasi ini dapat mewujudkan peserta didik yang tidak hanya memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya bersuci dan menjaga kebersihan, tetapi juga tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab, disiplin, dan peduli terhadap kebersihan lingkungan.DAFTAR PUSTAKAAssiba’i, M. F. (2024). Implementasi Budaya Daarut Tauhiid dalam Mendukung Moderasi Beragama di Lingkungan SMP DTBS. www.smpdtbs.sch.id. https://www.smpdtbs.sch.id/portal/artikel/detail/66Biah, B. (2014). Kombinasi Kecerdasan Intelektual? dan Kecerdasan Spiritual dalam Pendidikan Era Global. Khazanah: Jurnal Studi Islam Dan Humaniora, 12(1), 38– 51. https://doi.org/10.18592/khazanah.v12i2.300Efendi, R., & Ningsih, A. R. (2022). Pendidikan Karakter di Sekolah. Penerbit Qiara Media.Habibie, M. L. H., Kautsar, M. S. Al, Wachidah, N. R., & Sugeng, A. (2021). Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam di Indonesia. Moderatio : Jurnal Moderasi Beragama Vol.01, 1(1), 121–150. https://doi.org/10.54371/jiip.v5i8.820Marantika, J. E. R., Tomasouw, J., & Wenno, E. C. (2023). Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi di Kelas. German Für Gesellschaft (J-Gefüge), 2(1), 1–8. https://doi.org/10.30598/jgefuege.2.1.1-8Mujahidin. (2024). Internalisasi Nilai - Nilai Tasawuf Dalam Pembentukan Sikap Moderasi Beragama. Urwatul Wutsqo: Jurnal Studi Kependidikan Dan Keislaman, 13(2), 285–299.Naibaho, D. P. (2023). Strategi Pembelajaran Berdiferensiasi Mampu Meningkatkan8Pemahaman Belajar Peserta Didik. Journal of Creative Student Research, 1(2), 81– 91.Purnawanto, A. T. (2023). Pembelajaran Berdiferensiasi. Jurnal Ilmiah Pedagogy, 2(1), 34–54.Sandria, A., Asy’ari, H., Fatimah, F. S., & Hasanah, M. (2022). Pembentukan Karakter Religius Melalui Pembelajaran Berpusat pada Siswa Madrasah Aliyah Negeri. AtTadzkir: Islamic Education Journal, 1(1), 63–75. https://doi.org/10.59373/attadzkir.v1i1.9Shofa, J. N., & Ansori, M. (2022). Edukasi Masyarakat Sebagai Upaya Peningkatan Pemahaman Mengenai Thaharah Bagi Muslimat Desa Kebonrejo Kediri. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Desa (JPMD), 3(1), 32–50. https://doi.org/10.58401/jpmd.v3i1.734Warda, H. A., & Sofa, A. R. (2025). Menanamkan Karakter Ikhlas Sejak Usia Dini : Pembentukan Keikhlasan pada Anak PAUD KB Hidayatullah Gading Kulon Banyuanyar Probolinggo sebagai Landasan Kebaikan Hidayatullah Gading Kulon Banyuanyar Probolinggo dan bagaimana hal ini. Ta’rim : Jurnal Pendidikan Dan Anak Usia Dini, 6(1), 144–156.Zubaedi, M. A. (2015). Desain Pendidikan Karakter. Prenada Media